Nama : Asmi Nuqayah
NPM : 27211775
Kelas : 27211775
Inflasi
Pada Republik Zimbabwe
·
Sejarah Terjadinya Inflasi
Zimbabwe, negara
yang dulu pernah menjadi pengekspor pangan dan termasuk salah satu negara
makmur di Afrika, kini menderita hyper-inflasi, krisis politik, dan wabah
kolera.
Dulu saat Robert Mugabe memerdekakan negerinya
dari Inggris pada 1980, nilai Z$ 1 setara dengan 1 Poundsterling. Namun
sekarang, Zimbabwe tengah menghadapi masalah inflasi yang semakin menjadi-jadi.
Pada tahun 2006 inflasi mencapai 1.200%, 2007 mencapai 66.212%, dan yang lebih
ngeri lagi inflasi di tahun 2008 mencapai 2.200.000%. Suatu tingkat inflasi
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya sekaligus merupakan inflasi
tertinggi di dunia.
Meskipun ekonomi tumbuh rata-rata
lebih dari 4% per tahun antara 1980-1990. Dekade berikutnya melihat pertumbuhan
yang lebih, tapi ini semua berubah pada tahun 2000. Disinilah merupakan titik
balik utama bagi perekonomian mereka. Pertanian merupakan ekspor utama
Zimbabwe, dan banyak peternakan yang sebelumnya memproduksi dan mengekspor
tanaman di luar negeri kini dialihkan ke tangan orang lain, dalam banyak kasus,
peternakan mereka berada di tangan pejabat pemerintah yang tidak tahu bagaimana
bertani. Inflasi pada tahun 2000 di Zimbabwe lebih dari 55%, tetapi hanya satu
tahun kemudian pada tahun 2001 inflasi telah mencapai lebih dari 112%. Tanah
terus didistribusikan, modal terbang keluar negeri. Investor kehilangan
kepercayaan yang diinvestasikan ke Zimbabwe, dan tidak ingin mengambil risiko
memiliki modal mereka terikat dengan rezim Mugabe. Inflasi pada tahun 2003
adalah 598%. Dolar Zimbabwe mulai runtuh. Dengan barang esensial yang diimpor
ke Zimbabwe, serta melemahnya mata uang mereka membuat produk lebih mahal untuk
dibeli seperti makanan dan tempat tinggal. Pada tahun 2006, Dr Gideon Gono,
kepala The Reserve Bank of Zimbabwe, melakukan 're-evaluasi, "di mana mata
uang baru akan dicetak. Dolar 'Baru' itu bernilai sekitar 1000 dolar. Inflasi
pada tahun 2006 adalah 1.281%. Angka itu terus bertambah hingga mencapai angka
2.2juta% pada tahun 2008. Angka ini amat-sangat mencengangkan, nilai mata uang
Zimbabwe sangat kehilangan daya belinya.
Jatuhnya perekonomian negeri ini,
dipicu oleh mismanajemen dan korupsi rezim Mugabe.
Negara itu selama 1998-2002 juga terlibat perang dengan Republik Kongo, hingga
menguras biaya ratusan juta dolar Amerika. Situasi kian parah setelah Mugabe
menerapkan program reformasi lahan yang ngawur. Pada tahun 2000, diktator itu
mengambil alih secara paksa lahan pertanian petani kulit putih untuk
didistribusikan ke petani kulit hitam. Kebijakan ini menyebabkan 4.000 petani
kulit putih kehilangan lahan. Di lain sisi warga kulit hitam tidak memiliki
persediaan benih, pupuk, dan bahan bakar yang cukup. Zimbabwe terpaksa mengimpor
biji pangan dari Afrika Selatan, Zambia, dan Malawi.
Sejak itu, ekonomi Zimbabwe terjun
bebas. Ekspor pertanian, khususnya tembakau, turun drastis. Ini terjadi karena
lahan tembakau, yang pada 1999-2000 luasnya 180 ribu hektare, menciut menjadi
sepertiganya pada 2007-2008. Lahan kacang kedelai untuk kurun waktu yang sama
amblas 100 ribu hektare dari luas semula sekitar 220 ribu hektare, dan
pertanian jagung anjlok dari 850 ribu hektare tinggal 500 ribu hektare.
Mugabe menuduh isolasi finansial
yang masif yang dilakukan Amerika, Inggris, dan Uni Eropa melalui Zimbabwe
Democracy and Economic Recovery Act (ZDERA) tujuh tahun lalu menjadi biang
kerok tingginya inflasi negara itu. Menurut Mugabe, melalui ZDERA, Amerika
melakukan berbagai upaya ke Dana Moneter Internasional dan lembaga keuangan
lain untuk membatalkan kucuran utang buat Zimbabwe. Sanksi ini diberikan karena
Zimbabwe terlibat perang dengan Kongo. Ia bahkan menuding Inggris berada di
balik inflasi yang mengguncang negeri itu. Pria 84 tahun ini juga menyerang
kaum oposisi sebagai boneka Inggris dan Amerika.
·
Golongan Inflasi
Inflasi Negara Republik Zimbabwe sudah mencapai pada
titik Hyper-Inflation. Krisis keuangan di Zimbabwe beberapa tahun lalu
telah membuat mata uang lokal akhirnya dihapus. Bank sentral Zimbabwe saat ini
sudah menyediakan US$20 miliar untuk ditukar dengan mata uang lokal. Inflasi
besar-besaran Zimbabwe pada tahun 2009 telah membuat kondisi ekonomi negara di
benua Afrika tersebut hancur.
Dikonfirmasi
bank sentral Zimbabwe, awal tahun 2015 ini, US$1 nilainya setara dengan 35
kuadriliun dolar Zimbabwe. Jika ditulis dengan angka lengkap adalah maka US$1
sama dengan 35.000.000.000.000.000 Dollar Zimbabwe. Sedangkan untuk mata uang
Zimbabwe kuno, memerlukan 250.000 triliun untuk mendapatkan US$1. Saat terjadi
inflasi parah, Bank Sentral Zimbabwe pernah mencetak uang kertas pecahan 100
triliun. Uniknya, uang sebanyak itu tidak akan cukup untuk membayar ongkos bus
selama satu minggu.
·
Kebijakan dalam Mengatasi Inflasi
Jika Indonesia baru mempelajari rencana untuk
melakukan redenominasi mata uang, Zimbabwe sudah melaksanakannya mulai 1
Agustus 2010. Tak tanggung-tanggung, Bank Sentral Zimbabwe meredenominasi
dengan mengubah uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau
menghilangkan 10 angka nol.
Gubernur Bank Sentral Zimbabwe Gideon Gono mengatakan
kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk membantu masyarakat keluar dari
hiper inflasi yang terjadi di negara tersebut.
"Dolar Zimbabwe diredenominasi menjadi 1 sampai
10 dolar, yang artinya menghilangkan 10 angka nol dalam nilai nominal uang.
Jadi uang 10 miliar dolar Zimbabwe diubah menjadi 1 dolar Zimbabwe mulai 1
Agustus 2010," tutur Gideon seperti dikutip dari Reuters, Selasa (3/8/2010).
Namun para analis merasa pesimistis dengan rencana
ini. Mereka menilai kebijakan redenominasi ini tidak akan bisa mengakhiri
kehancuran ekonomi negara tersebut yang disebabkan inflasi maha tinggi yaitu
sebesar 2,2 juta persen. Ini merupakan inflasi tertinggi di dunia karena
keterbatasan suplai makanan dan uang valas. "Kebijakan ini (redenominasi) hanya sebuah jalan keluar untuk
menghilangkan banyaknya angka nol dalam mata uang mereka. Namun kebijakan ini
tidak mengatasi akar dari masalah," ujar konsultan ekonomi John Robertson.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi oleh
negara tersebut adalah kelangkaan arus dana masuk atau investasi dari luar.
Daftar Pustaka: