TUGAS KE-3 SOFTSKILL
KENAIKAN HARGA BBM DARI SUDUT
PANDANG BERBAGAI PIHAK
Disusun
Oleh:
Asmi
Nuqayah : 27211775
Evi
Lawati : 22211533
Fanny
Setia Anjani : 29211089
Ruth
Juan Dierdra : 26211503
Kelas:
1EB25
UNIVERSITAS GUNADARMA 2012
ISI
KENAIKAN HARGA BBM DARI SUDUT
PANDANG BERBAGAI PIHAK
Pertama
kami akan membahas tentang kenaikan BBM menurut sudut pandang Pemerintah.
Keputusan pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi dikarenakan kenaikan harga
minyak dunia yang mencapai USD 122,01 per barel. Salah satu penyebab kenaikan
harga minyak dunia adalah ketegangan yang terjadi di Timur Tengah. Mohammad bin
Dhaen Al-Hamli (Menteri Energi Uni Emirat Arab) mengatakan bahwa terdapat
banyak ketegangan di negara-negara penghasil minyak yang melambungkan harga
minyak sekarang ini. Menaikkan harga BBM bagaikan buah simalakama yang harus
telan oleh Pemerintah. Ketika harga BBM tidak dinaikkan, pemerintah harus
menanggung biaya yang lebih besar untuk subsidi BBM dan tentunya harus
merelakan anggaran biaya lainnya seperti pendidikan dan subsidi energi lain
seperti listrik, gas dan lain sebagainya. Itulah yang membuat kenapa pemerintah
akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurut pemerintah
jika BBM bersubsidi naik maka beban pemerintah menjadi lebih ringan. Alasan
pemerintah menaikan BBM adalah untuk menyelamatkan ekonomi nasional, sehingga
beban APBN berkurang dan subsidi pun tidak membengkak menjadi Rp. 230,43
trilliun dari Rp. 168,55 trilliun dan tepat sasaran. Kompensasi untuk 30%
penduduk Indonesia atau 18,5 juta KK terutama Buruh, Petani, dan Nelayan
diberikan dana bantuan sebesar Rp. 150.000 per bulan/KK selama 9 bulan,
penambahan RASKIN menjadi 14 bulan, insentif pengelolaan transportasi Rp 5
trilliun, beasiswa untuk siswa miskin Rp 5,9 trilliun. Dan bila dibandingkan
Negara lain Indonesia harga BBMnya masih rendah dibandingkan Negara-negara
lainnya. Seperti Inggris yang harga BBMnya mencapai Rp 19.872 dan Australia
yang sebesar Rp 19.200.
Menurut
pidato kepresidenan, presiden SBY mengatakan bahwa tidak ada Presiden dan
Pemerintahannya yang menaikan BBM tanpa alasan dan pertimbangan seksama. SBY
mengatakan bahwa “sejarah mencatat, sejak Indonesia merdeka telah terjadi 38
kali kenaikan harga BBM. Termasuk di era reformasi yang mengalami tujuh kali
kenaikan harga BBM. Termasuk di era Presiden Gus Dur dan Megawati”. APBN 2012
yang berjalan tidak sesuai lagi, misalnya harga minyal mentah, nilai tukar
rupiah, sasaran pertumbuhan, dan angka inflasi. Apabila BBM tidak dinaikkan
maka sasaran yang sudah ditetapkan tidak tercapai, defisit yang besar melebihi
ketentuan tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Pada akhirnya APBN dan Fiskal
tidak akan sehat, dan akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan.
Kenaikan
BBM menurut Kwik Kwin Gie adalah harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter
sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barel.
Harga yang berlaku US$ 105 per barel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi
US$ 35,50 per barel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,30 x Rp.
9.000 = Rp. 319.500 per barel. Ini sama dengan Rp 2009,43 per liter (Rp 319.500
: 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun,
dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp 2009,43= Rp 126,59 triliyun per
tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp 4.500 per
liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp 126,59 trilliun. Uang
ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran
yang didasarkan atas perhitungan diatas menurut Kwik Kwin Gie sangat
menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitungkan kenyataan bahwa bangsa
Indonesia memiliki minyak mentah sendiri didalam perut buminya. Pengadaan bbm
oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari pemerintah. Pertamina diperintahkan
untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya yang harus
dijual dengan harga Rp 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil
penjualan bensin Premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp 4.500 = Rp 283,5
trilliun. Jika Pertamina menuruti pemerintah maka Pertamina akan deficit
sebesar Rp 126,63 trilliun. Sesungguhnya pemerintah masih mengalami surplus
sebesar Rp 97, 939 trilliun.
Para
elit pemerintah berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri
harus ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New
York. Hal ini terjadi Karen mereka sudah di “brain wash” bahwa harga adalah yang berlaku dipasar international.
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali
hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan
nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa?
Karena BBM termasuk dalam “barang yang penting bagi Negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak”.
Apakah
ada Negara yang menjual bensinnya atas dasar kebijaksanaan sendiri, tidak oleh
NYMEX? Jawabannya ada, yaitu:
·
Venezuela: Rp 585/liter
·
Turkmenistan: Rp 936/liter
·
Nigeria: Rp 1.170/liter
·
Iran: Rp 1.287/liter
·
Arab Saudi: Rp 1.404/liter
·
Lybia: Rp 1.636/liter
·
Kuwait: Rp 2.457/liter
·
Qatar: Rp 2.575/liter
·
Bahrain: Rp 3.159/liter
·
Uni Emirat Arab: Rp 4.300/liter
Kesimpulan dari paparan kami ialah :
- Pemerintah
telah melanggar UUD RI
- Pemerintah
telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan
uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai
sebesar Rp. 97,955 trilyun.
- Dengan
menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh
kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan
sekedar menutup “bolongnya” APBN.
- Pertamina
sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin
Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh
kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya
sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium
menjadi Rp. 6.000 per liter.
- Pemerintah
menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang
menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya
kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua
perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di
Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri. Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai
pompa-pompa bensin?
Sedangkan menurut rakyat kenaikan
BBM lebih kepada mencekik leher rakyat miskin. Namun tetap ada yag mendukung
ataupun abstain dalam hal ini. Menurut blog yang kami baca, 86% rakyat Indonesia
menolak kenaikan BBM itu berarti sudah lebih dari setengahnya yang menolak agar
BBM bersubsidi naik. Namun ada salah satu blog yang kami baca yang menerangkan
bahwa rakyat Papua setuju dengan kenaikan harga BBM, karena menurut mereka
harga BBM yang Rp. 6.500/liter itu tidak menjadi masalah asalkan POM bensin
tidak kosong. Karena mereka terbiasa membeli bensin eceran seharga Rp.
18.000/liter. Bahkan kalau benar-benar kosong mereka harus membeli bensin
dengan harga hingga Rp. 70.000/liter. Jadi, menurut mereka kita yang tinggal di
pulau jawa sebelum sibuk berdemo dengan kenaikan harga BBM tersebut. Coba pikirkan
nasib masyarakat Papua. Minyak mereka disedot untuk supply ke pulau Jawa, sedangkan
mereka sendiri kekosongan.
Hal ini membuat mindset kami sebagai
penulis menjadi lebih terbuka. Karena menurut kami mungkin sebenarnya Presiden
tidak salah dengan langkahnya untuk menaikkan harga BBM, namun yang salah
adalah kabinet dan anak buah dibawah Presiden lah yang sudah bobrok. Karena menurut
kami sebenarnya ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan kenaikan BBM itu dan
mereka mencoba melakukan “brain wash”
kepada masyarakat, sehingga masyarakat hanya melihat bahwa kenaikan BBM adalah
sesuatu yang salah. Sebagai ilustrasi kami ingin mencontohkan suatu system yang
mungkin sudah dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Jika suatu saat Pertamina
membutuhkan pinjaman uang maka akan ada perusahaan yang menawarkan sejumlah
uang kepada Pertamina dengan cara Pertamina mengganti uang tersebut dengan
minyak lalu perusahaan itu sendiri akan menjual minyak itu keluar Negeri. Nah,
jika sudah begitu jika harga BBM naik maka keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan
itu dengan menjual BBM tersebut akan berkurang. Oleh karena itu mungkin
merekalah yang “mengayomi” masyarakat untuk melakukan demo dengan memberikan
mereka uang dan makan siang. Karena sepenglihatan kami sebagai penulis
orang-orang yang berdemo kebanyakan yang tidak mengerti tentang kenaikan BBM
itu sendiri.
Oleh sebab itu mengapa penulis
memilih judul tulisan kami dengan Kenaikan Harga BBM Dari Sudut Pandang
Berbagai Pihak. Agar pembaca lebih membuka pikiran dan mengerti kenaikan bahan
bakar minyak ini dari berbagai sudut pandang.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar